OPINI - Makin hari makin jelas betapa kerasnya persaingan para kontestan pada Pemilu kali ini. Persaingan ini tidak lepas dari cara-cara yang bahkan jauh dari norma etika ketimuran dan jalur hukum yang berlaku. Bahkan ada kontestan yang secara terang-terangan melakukan kecurangan.
Berita-berita yang beredar di media sosial banyak mengungkapkan kecurangan-kecurangan ini. Bukan merupakan rahasia lagi bahwa Jokowi menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo dan Gibran.
Mulai dari penyelewengan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sampai kepada pemanfaatan aparat kepolisian untuk tidak netral. KPU pun tidak ketinggalan untuk bermain diluar jalur hukum. Calon Wakil Presiden Gibran seharusnya tidak lolos sebagai kontestan, karena persyaratan umur yang tidak memenuhi syarat.
Serangkaian kecurangan yang jelas dimata rakyat tidak dihiraukan lagi oleh lawan-lawan politik Anies dan Muhaimin. Calon Presiden Prabowo juga tidak segan-segan menggunakan wewenangnya sebagai pejabat negara untuk mengerahkan sumberdaya negara dalam kampanyenya. Semua informasi ini tersedia di masyarakat, yang mudah di akses melalui berbagai media.
Dukungan rakyat terhadap pasangan calon nomor urut satu, Anies dan Muhaimin, makin hari makin kuat. Kecurangan yang terjadi selama masa kampanye makin membukakan mata rakyat akan moralitas para kontestan lainnya. Kegeraman yang dirasakan oleh rakyat karena lembaga resmi negara yang seharusnya melindungi rakyat dari kesewenangan tidak lagi berfungsi dan tidak lagi memihak kepada kebenaran.
Bagi rakyat yang memiliki hati nurani diam-diam memendam kebencian yang seharusnya tidak terjadi dalam sebuah pesta demokrasi. Dukungan yang kuat terhadap paslon AMIN merupakan bentuk “protes”, yang penyalurannya adalah dukungan dan harapan kepada kedua pasangan ini.
Kecurangan yang secara terang-terangan dilakukan seolah-olah satu tantangan kepada rakyat, yang mengatakan “Kami yang berkuasa, rakyat bisanya apa!”. Mungkin karena “kekuasaan” menjadi tujuan, maka segala cara dihalalkan. Mereka lupa bahwa yang memiliki kekuasaan itu adalah Tuhan.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kemenangan paslon nomor urut satu harus dicegah dengan segala cara. Para lawan politik AMIN juga menyadari bahwa mereka sudah membangun “bom waktu” politik, sehingga kemenangan mereka adalah cara untuk mencegah bom waktu itu untuk meledak. Mereka sudah bisa membayangkan konsekwensi yang akan dihadapi jika paslon AMIN memenangkan kontestasi ini. Jelas, semua kecurangan akan diungkap dan hukum akan ditegakkan.
Sebagai warga dari negara kesatuan, tetap saja semua warga negara adalah saudara. Nampaknya kecurangan ini melupakan bahwa kita semua merupakan satu kesatuan. Melupakan bahwa Bhineka Tuggal Ika merupakan motto yang menjadi warisan nenek moyang pendiri negara ini.
AMIN harus menang untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Bisa dibayangkan bagaimana jika kekuasaan diperoleh melalui kecurangan. Apakah kecurangan bisa berhenti jika kekuasaan sudah ditangan? Gerakan pemenangan Anies-Muhaimin jelas jauh dari praktek penyimpangan moral dan hukum. Justru kemenangan AMIN akan mengembalikan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang mengakui kedaulatan hukum dan mengutamakan keadilan.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Paslon AMIN menjadikan moralitas sebagai panduan mereka untuk menang. Pendukung AMIN adalah rakyat yang masih mempunyai hati nurani, yang mengutamakan “kebenaran” dalam tindakan mereka untuk meraih kemenangan. Semoga kemenangan AMIN akan meredam kebencian terhadap kezoliman dan kecurangan yang berlangsung selama pesta demokrasi ini.
Sentul City, 3 Januari 2024
Dr. Rino A. Sadanoer
Sekretaris Jenderal Badan Pemenangan Anies-Muhaimin