JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Majelis pemeriksa perkara aquo atas gugatan Partai Prima melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah secara sensansional berlebihan dalam menjatuhkan vonis terhadap penundaan pemilu tahun 2024 pada kamis 02 Maret 2023 Nomor register 757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst.
Vonis PN Jakarta Pusat dalam Menghukum Tergugat selaku Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum tahun 2024 selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.
" Menurut kami jelas telah berlebihan serta mampu mengundang kemarahan rakyat yang tentu bisa mengganggu fokus publik, tentu saja ketakutan kita akan banyak yang mempolitisir seakan-akan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut itu dianggap benar/berkekuatan hukum tetap untuk dapat dijalankan. Secara logika hukum administrasi jelas itu kewenangan PTUN bukan kompetensi ablsolut-nya Pengadilan Negeri untuk mengadili, memeriksa serta memutuskan terhadap Penundaan Pemilu", Ungakapnya kepada media, ( 08/03/23).
Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat Cendekia Muda Muslim Indonesia berpandangan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dengan lugas menyatakan bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”. Selain itu, bicara soal penundaan Pemilu adalah ranahnya hukum administrasi yaitu lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan Pengadilan Negeri/ atau Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
" Dalam uraian gugatan yang diajukan oleh Partai Prima jelas itu adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang tentu secara Perdata tidak bisa menjadi objek terhadap KPU untuk penundaan pelaksanaan Pemilu karena itu sengketa Perdata/privat. Penyelenggaraan tahapan pemilu tahun 2024 tetap dapat dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana mestinya", ujarnya.
Mekanisme penundaan penyelenggaraan tahapan pemilu sendiri telah diatur pada keterntuan Pasal 431 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan sejumlah prasyarat bisa terhentinya tahapan pemilu seperti bencana alam, gangguan keamanan, dan huru-hara. Prasyarat terbatas ini pun hanya berlaku pada tingkat daerah saja bukan Nasional.
Untuk menjawab situasi publik terhadap vonis pengadilan negeri Jakarta Pusat terhadap penundaan Pemilu 2024 tersebut, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Publik DPP CMMI memberikan tanggapan segala upaya untuk penundaan tahapan pemilu tahun 2024 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (No: 757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mendukung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) untuk upaya Banding. Dan mendukung KPU untuk tetap melaksanakan tahapan pemilu serentak tahun 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Menghimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama - sama mensukseskan terselenggaranya tahapan pemilu serentak tahun 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan demi sehatnya konsolidasi demokrasi.
" kami juga mengajak seluruh Kader CMMI dan simpatisan beserta seluruh elemen anak bangsa untuk tetap optimis atas terselenggaranya pemilu serentak 2024 serta secara aktif ikut berpartisipasi dalam mengawasi setiap tahapannya; dan Menghimbau semua masyarakat untuk menjadi pemilih aktif dan kritis serta tidak mudah terprovokasi atas informasi yang tidak valid (hoaks)", Pungkasnya. ***
Baca juga:
Terancam di Bubarkan, FKKC Siap Bergerak
|