JAKARTA - Berbagai karya cetak dan karya rekam dari penerbit dan studio rekam sebetuknya bisa dijadikan alat untuk menelusuri jejak sejarah bangsa. Dari karya cetak dan rekam itu, bisa dilihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta sejarah masa lalu bangsa.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menuturkan hal ini saat memimpin rapat dengar pendapat dengan Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas). "Karya cetak dan rekam merupakan aset kebudayaan bangsa. Ia berperan sebagai alat telusur catatan sejarah, jejak perubahan, dan perkembangan bangsa, " tutur Fikri saat rapat yang berlangsung di Gedung Nusantara II, Senayan, Kamis (7/4/2022).
Baca juga:
Komitmen Calon Komisioner OJK Akan Diuji
|
Rapat dengar pendapat dengan Kepala Perpusnas ini menyoal kemajuan program Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCR) yang dilakukan Perpusnas. Dimana terdapat regulasi yang mengatur soal ini, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2018 Tentang SSKCR sebagai pengganti UU Nomor 4 Tahun 1990. Dorongan utama perubahan UU ini, ungkap Fikri, adalah perlunya perubahan paradigma bahwa karya cetak dan rekam dari para penulis dan pelaku rekaman merupakan aset kekayaan bangsa.
Politisi fraksi PKS itu bilang, paradigma yang dibangun dalam UU SSKCR itu adalah bagaimana membangun kesadaran bersama, khususnya perusahaan penerbit dan produsen rekaman memberikan salinan hasil terbitan dan rekamannya ke Perpusnas. Serah simpan seperti itu tidak saja menyimpan produk cetak dan rekam, tapi juga mengabadikan konten dalam produk cetak dan rekam tersebut, terutama yang bersentuhan dengan sejarah di Perpusnas.
"Hadirnya UU SSKCR ini merupakan tuntutan dari kemajuan zaman dan perkembangan teknologi informasi. Ini juga merupakan bentuk nyata kemajuan teknologi digital atau elektronik diantaranya buku digital, koran digital, dan publikasi digital lainnya, " tutup legislator dapil Jawa Tengah IX tersebut. (mh/aha)